BAB I
Pengertian Hukum Perikatan
Hukum perikatan dalam pengertiannya
perikatan dapat terjadi jika sudah melalui perjanjian yang dilakukan oleh dua
orang atau lebih dan menimbulkan suatu hak dan kewajiban.
Macam-macam perikatan :
1. Perikatan bersyarat
2. Perikatan yang digantungkan pada suatu ketetapan waktu
3. Perikatan yang membolehkan memilih
4. Perikatan tanggung menanggung
5. Perikatan yang dapat dibagi dan tidak dapat dibagi
6. Perikatan tentang penetapan hukuman
1. Perikatan bersyarat
2. Perikatan yang digantungkan pada suatu ketetapan waktu
3. Perikatan yang membolehkan memilih
4. Perikatan tanggung menanggung
5. Perikatan yang dapat dibagi dan tidak dapat dibagi
6. Perikatan tentang penetapan hukuman
Sumber perikatan berdasarkan undang-undang
:
1. Perikatan ( Pasal 1233 KUH Perdata ) : Perikatan, lahir karena suatu persetujuan atau karena undang-undang. Perikatan ditujukan untuk memberikan sesuatu, untuk berbuat sesuatu, atau untuk tidak berbuat sesuatu.
2. Persetujuan ( Pasal 1313 KUH Perdata ) : Suatu persetujuan adalah suatu perbuatan dimana satu orang atau lebih mengikatkan diri terhadap satu orang lain atau lebih.
3. Undang-undang ( Pasal 1352 KUH Perdata ) : Perikatan yang lahir karena undang-undang timbul dari undang-undang atau dari undang-undang sebagai akibat perbuatan orang.
Azas-azas dalam hukum perikatan
1. Perikatan ( Pasal 1233 KUH Perdata ) : Perikatan, lahir karena suatu persetujuan atau karena undang-undang. Perikatan ditujukan untuk memberikan sesuatu, untuk berbuat sesuatu, atau untuk tidak berbuat sesuatu.
2. Persetujuan ( Pasal 1313 KUH Perdata ) : Suatu persetujuan adalah suatu perbuatan dimana satu orang atau lebih mengikatkan diri terhadap satu orang lain atau lebih.
3. Undang-undang ( Pasal 1352 KUH Perdata ) : Perikatan yang lahir karena undang-undang timbul dari undang-undang atau dari undang-undang sebagai akibat perbuatan orang.
Azas-azas dalam hukum perikatan
Dasar Hukum Perikatan
Dasar hukum perikatan berdasarkan
KUHP perdata terdapat tiga sumber adalah sebagai berikut.
1. Perikatan yang timbul dari
persetujuan (perjanjian).
2. Perikatan yang timbul
undang-undang.
Perikatan yang berasal dari
undang-undang dibagi lagi menjadi undang-undang saja dan undang-undang dan
perbuatan manusia. Hal ini tergambar dalam Pasal 1352 KUH Perdata :”Perikatan
yang dilahirkan dari undang-undang, timbul dari undang-undang saja (uit de wet
allen) atau dari undang-undang sebagai akibat perbuatan orang” (uit wet ten
gevolge van’s mensen toedoen)
a. Perikatan terjadi karena
undang-undang semata
.Perikatan yang timbul dari
undang-undang saja adalah perikatan yang letaknya di luar Buku III, yaitu yang
ada dalam pasal 104 KUH Perdata mengenai kewajiban alimentasi antara orang tua
dan anak dan yang lain dalam pasal 625 KUH Perdata mengenai hukum tetangga
yaitu hak dan kewajiban pemilik-pemilik pekarangan yang berdampingan. Di luar
dari sumber-sumber perikatan yang telah dijelaskan di atas terdapat pula
sumber-sumber lain yaitu : kesusilaan dan kepatutan (moral dan fatsoen)
menimbulkan perikatan wajar (obligatio naturalis), legaat (hibah wasiat),
penawaran, putusan hakim. Berdasarkan keadilan (billijkheid) maka hal-hal
termasuk dalam sumber – sumber perikatan.
b. Perikatan terjadi karena
undang-undang akibat perbuatan manusia
3. Perikatan terjadi bukan
perjanjian, tetapi terjadi karena perbuatan melanggar hukum (onrechtmatige
daad) dan perwakilan sukarela ( zaakwarneming)
Asas-asas dalam hukum perikatan
Asas-asas dalam hukum perjanjian
diatur dalam Buku III KUH Perdata, yakni menganut asas kebebasan berkontrak dan
asas konsensualisme.
1. asas kebebasan berkontrak
asas kebebasan berkontrak terlihat di dalam Pasal 1338 KUH Perdata yang menyebutkan bahwa segala sesuatu perjanjian yang dibuat adalah sah bagi para pihak yang membuatnya dan berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuat.
Dengan demikian, cara ini dikatakan system terbuka, artinya bahwa dalam membuat perjanjian ini para pihak diperkenankan untuk menentukan isi dari perjanjian dan sebagai undang-undang bagi mereka sendiri, denagn pembatasan perjanjian yang dibuat tidak boleh bertentangan dengan ketentuan undang-undang, ketertiban umum, dan norma kesusilaan.
2. asas konsensualisme
adalah perjanjian itu lahir pada saat tercapainya kata sepakat antara para pihak mengenai hal-hal yang pokok dan tidak memerlukan sesuatu formalitas.
asas kebebasan berkontrak terlihat di dalam Pasal 1338 KUH Perdata yang menyebutkan bahwa segala sesuatu perjanjian yang dibuat adalah sah bagi para pihak yang membuatnya dan berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuat.
Dengan demikian, cara ini dikatakan system terbuka, artinya bahwa dalam membuat perjanjian ini para pihak diperkenankan untuk menentukan isi dari perjanjian dan sebagai undang-undang bagi mereka sendiri, denagn pembatasan perjanjian yang dibuat tidak boleh bertentangan dengan ketentuan undang-undang, ketertiban umum, dan norma kesusilaan.
2. asas konsensualisme
adalah perjanjian itu lahir pada saat tercapainya kata sepakat antara para pihak mengenai hal-hal yang pokok dan tidak memerlukan sesuatu formalitas.
Wanprestasi dan akibat-akibatnya
dalam hukum perikatan
Wanprestasi adalah tidak memenuhi atau
lalai melaksanakan kewajiban sebagaimana yang ditentukan dalam perjanjian yang
dibuat antara kreditur dengan debitur.
Ada empat kategori dari wanprestasi,
yaitu :
- Tidak melakukan apa yang disanggupi akan dilakukannya
- Melaksanakan apa yang dijanjikannya, tetapi tidak sebagaimana yang dijanjikan
- Melakukan apa yang dijanjikan tetapi terlambat
- Melakukan sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh dilakukannya
Akibat-akibat wanprestasi berupa
hukuman atau akibat-akibat bagi debitur yang melakukan wanprestasi, dapat
digolongkan menjadi tiga, yaitu :
1. Membayar kerugian yang diderita
oleh kreditur ( ganti rugi )
Ganti rugi sering diperinci meliputi
tiga unsur, yakni :
a. Biaya adalah
segala pengeluaran atau pengongkosan yang nyata-nyata sudah dikeluarkan oleh
salah satu pihak
b. Rugi adalah
kerugian karena kerusakan barang-barang kepunyaan kreditor yang diakibatkan
oleh kelalaian si debitor
c. Bunga adalah
kerugian yang berupa kehilangan keuntungan yang sudah dibayangkan atau dihitung
oleh kreditor.
2. Pembatalan perjanjian atau
pemecahan perjanjian
Di dalam pembatasan tuntutan ganti
rugi telah diatur dalam Pasal 1247 dan Pasal 1248 KUH Perdata.
3. Peralihan resiko
Adalah kewajiban untuk memikul
kerugian jika terjadi suatu peristiwa di luar kesalahan salah satu pihak yang
menimpa barang dan menjadi objek perjanjian sesuai dengan Pasal 1237 KUH
Perdata.
Hapusnya
perikatan
Perikatan itu bisa hapus jika memenuhi
kriteria-kriteria sesuai dengan Pasal 1381 KUH Perdata. Ada 10 (sepuluh) cara
penghapusan suatu perikatan adalah sebagai berikut :
1. Pembayaran merupakan setiap pemenuhan perjanjian secara sukarela
2. Penawaran pembayaran tunai diikuti dengan penyimpanan atau penitipan
3. Pembaharuan utang
4. Perjumpaan utang atau kompensasi
5. Percampuran utang
6. Pembebasan utang
7. Musnahnya barang yang terutang
8. Batal/pembatalan
9. Berlakunya suatu syarat batal
10. Lewat waktu
1. Pembayaran merupakan setiap pemenuhan perjanjian secara sukarela
2. Penawaran pembayaran tunai diikuti dengan penyimpanan atau penitipan
3. Pembaharuan utang
4. Perjumpaan utang atau kompensasi
5. Percampuran utang
6. Pembebasan utang
7. Musnahnya barang yang terutang
8. Batal/pembatalan
9. Berlakunya suatu syarat batal
10. Lewat waktu
BAB II : HUKUM
PERJANJIAN
A. STANDAR
KONTRAK
Istilah perjanjian baku berasal dari
terjemahan dari bahasa Inggris, yaitu standard contract. Standar kontrak
merupakan perjanjian yang telah ditentukan dan dituangkan dalam bentuk
formulir. Kontrak ini telah ditentukan secara sepihak oleh salah satu pihak,
terutama pihak ekonomi kuat terhadap ekonomi lemah. Kontrak baku menurut Munir
Fuadi adalah : Suatu kontrak tertulis yang dibuat oleh hanya salah satu pihak
dalam kontrak tersebut, bahkan seringkali tersebut sudah tercetak (boilerplate)
dalam bentuk-bentuk formulir tertentu oleh salah satu pihak, yang dalam hal ini
ketika kontrak tersebut ditandatangani umumnya para pihak hanya mengisikan
data-data informatif tertentu saja dengan sedikit atau tanpa perubahan dalam
klausul-klausulnya dimana para pihak lain dalam kontrak tersebut tidak
mempunyai kesempatan atau hanya sedikit kesempatan untuk menegosiasi atau
mengubah klausul-kalusul yang sudah dibuat oleh salah satu pihak tersebut,
sehingga biasanya kontrak baku sangat berat sebelah. Sedangkan menurut Pareto,
suatu transaksi atau aturan adalah sah jika membuat keadaan seseorang menjadi
lebih baik dengan tidak seorangpun dibuat menjadi lebih buruk, sedangkan
menurut ukuran Kaldor-Hicks, suatu transaksi atau aturan sah itu adalah efisien
jika memberikan akibat bagi suatu keuntungan sosial. Maksudnya adalah membuat
keadan seseorang menjadi lebih baik atau mengganti kerugian dalam keadaan yang
memeperburuk.
Bila dikaitkan dengan peraturan yang
dikeluarkan yang berkaitan dengan kontrak baku atau perjanjian standar yang
merupakan pembolehan terhadap praktek kontrak baku, maka terdapat landasan
hukum dari berlakunya perjanjian baku yang dikeluarkan oleh pemerintah
Indonesia, yaitu :
1. Pasal
6.5. 1.2. dan Pasal 6.5.1.3. NBW Belanda
Isi ketentuan itu adalah sebagai
berikut :
Bidang-bidang usaha untuk mana
aturan baku diperlukan ditentukan dengan peraturan.
Aturan baku dapat ditetapkan, diubah
dan dicabut jika disetujui oleh Menteri kehakiman, melalui sebuah panitian
yasng ditentukan untuk itu. Cara menyusun dan cara bekerja panitia diatur
dengan Undang-undang.
Penetapan, perubahan, dan pencabutan
aturan baku hanya mempunyai kekuatan, setelah ada persetujuan raja dan
keputusan raja mengenai hal itu dalam Berita Negara.
Seseorang yang menandatangani atau
dengan cara lain mengetahui isi janji baku atau menerima penunjukkan terhadap
syarat umum, terikat kepada janji itu. Janji baku dapat dibatalkan, jika pihak
kreditoir mengetahui atau seharunya mengetahui pihak kreditur tidak akan
menerima perjanjian baku itu jika ia mengetahui isinya.
2. Pasal
2.19 sampai dengan pasal 2.22 prinsip UNIDROIT (Principles of International
Comercial Contract).
Prinsip UNIDROIT merupakan prinsip
hukum yang mengatur hak dan kewajiban para pihak pada saat mereka menerapkan
prinsip kebebasan berkontrak karena prinsip kebebasan berkontrak jika tidak
diatur bisa membahayakan pihak yang lemah. Pasal 2.19 Prinsip UNIDROIT
menentukan sebagai berikut:
Apabila salah satu pihak atau kedua
belah pihak menggunakan syarat-syarat baku, maka berlaku aturan-aturan umum
tentang pembentukan kontrak dengan tunduk pada pasal 2.20 – pasal 2.22.
Syarat-syarat baku merupakan aturan
yang telah dipersiapkan terlebih dahulu untuk digunakan secara umum dan
berulang-ulang oleh salah satu pihak dan secara nyata digunakan tanpa negosiasi
dengan pihak lainnya.
Ketentuan ini mengatur tentang :
- Tunduknya salah satu pihak terhadap kontrak baku
- Pengertian kontrak baku.
3. Pasal
2.20 Prinsip UNIDROIT menentukan sebagai berikut :
Suatu persyaratan dalam
persyaratan-persyaratan standar yang tidak dapat secara layak diharapkan oleh
suatu pihak, dinyatakan tidak berlaku kecuali pihak tersebut secara tegas
menerimanya.
Untuk menentukan apakah suatu
persyaratan memenuhi ciri seperti tersebut diatas akan bergantung pada isi
bahasa, dan penyajiannya.
4. Pasal
2.21 berbunyi :dalam hal timbul suatu pertentangan antara persyaratan-persyaratan
standar dan tidak standar, persyaratan yang disebut terakhir dinyatakan
berlaku.
5. Pasal
2.22, Jika kedua belah pihak menggunakan persyaratan-persyaratan standar dan
mencapai kesepakatan, kecuali untuk beberapa persyaratan tertentu, suatu
kontrak disimpulkan berdasarkan perjanjian-perjanjian yang telah disepakati dan
persyaratan-persyaratan standar yang memiliki kesamaan dalam substansi, kecuali
suatu pihak sebelumnya telah menyatakan jelas atau kemudian tanpa penundaan
untuk memberitahukannya kepada pihak lain, bahwa hal tersebut tidak dimaksudkan
untuk terikat dengan kontrak tersebut.
6. UU
No 10 Tahun 1988 tentang Perubahan UU No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan.
7. UU
No. 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen. Dengan telah dikeluarkannya
peraturan-peraturan tersebut diatas menunjukkan bahwa pada intinya kontrak baku
merupakan jenis kontrak yang diperbolehkan dan dibenarkan untuk dilaksanakan
oleh kedua belah pihak karena pada dasarnya dasar hukum pelaksanaan kontrak
baku dibuat untuk melindungi pelaksanaan asas kebebasan berkontrak yang
berlebihan dan untuk kepentingan umum sehingga perjanjian kontrak baku berlaku
dan mengikat kedua belah pihak yang membuatnya.
B. MACAM
– MACAM PERJANJIAN
Macam-macam perjanjian obligator
ialah sebagai berikut:
1. Perjanjian
dengan cumua-Cuma dan perjanjian dengan beban.
a. Perjanjian
dengan Cuma-Cuma ialah suatu perjanjian dimana pihak yang satu memberikan suatu
keuntungan kepada yang lain tanpa menerima suatu manfaat bagi dirinya sendiri.
(Pasal 1314 ayat (2) KUHPerdata).
b. Perjanjian
dengan beban ialah suatu perjanjian dimana salah satu pihak memberikan suatu
keuntungan kepada pihak lain dengan menerima suatu manfaat bagi dirinya
sendiri.
2. Perjanjian
sepihak dan perjanjian timbal balik.
a. Perjanjian
sepihak adalah suatu perjanjian dimana hanya terdapat kewajiban pada salah satu
pihak saja.
b. Perjanjian
timbal balik ialah suatu perjanjian yang memberi kewajiban dan hak kepada kedua
belah pihak.
3. Perjanjian
konsensuil, formal dan riil.
a. Perjanjian
konsensuil ialah perjanjian dianggap sah apabila ada kata sepakat antara kedua
belah pihak yang mengadakan perjanjian tersebut.
b. Perjanjian
formil ialah perjanjian yang harus dilakukan dengan suatu bentuk tertentu,
yaitu dengan cara tertulis.
c. Perjanjian
riil ialah suatu perjanjian dimana selain diperlukan adanya kata sepakat, harus
diserahkan.
4. Perjanjian
bernama, tidak bernama, dan campuran.
a. Perjanjian
bernama ialah suatu perjanjian dimana UU telah mengaturnya dengan
ketentuan-ketentuan khusus yaitu dalam Bab V sampai bab XIII KUHerdata ditambah
titel VIIA.
b. Perjanjian
tidak bernama ialah perjanjian yang tidak diatur secara khusus.
c. Perjanjian
campuran ialah perjanjian yang mengandung berbagai perjanjian yang sulit di
kualifikasikan.
C. SYARAT
SAHNYA PERJANJIAN
Untuk sahnya suatu perjanjian
diperlukan empat syarat menurut pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata:
1. Sepakat
mereka yang mengikatkan dirinya
2. Kecakapan
untuk membuat suatu perjanjian
3. Suatu
hal tertentu
4. Suatu
sebab yang halal
Dua syarat yang pertama dinamakan
syarat-syarat subyektif, karena mengenai orang-orangnya atau subyeknya yang
mengadakan perjanjian, sedanngkan dua syarat yang terakhir dinamakan syarat
obyektif karena mengenai perjanjiannya sendiri atau obyeknya dari perbuatan
hukum yang dilakukan.
Dalam pasal 1330 Kitab Undang-Undang
Hukum Perdata disebutkan sebagai orang-orang yang tidak cakap untuk membuat
suatu perjanjian:
1. Orang-orang
yang belum dewasa
2. Mereka
yang ditaruh di bawah pengampunan
3. Orang-orang
perempuan dalam hal-hal yang ditetapkan oleh Undang-Undang dan pada umumnya
semua orang kepada siapa Undang-undang telah melarang membuat
perjanjian-perjanjian tertentu.
Menurut kKitab Undang-Undang Hukum
Perdata, seorang perempuan yang bersuami, untuk mengadakan suatu perjanjian,
memerlukan bantuan atau izin (kuasa tertulis) dari suaminya (pasal 108 Kitab
Undang-Undang Hukum Perdata).
D. SAAT
LAHIRNYA PERJANJIAN
Menurut azas konsensualitas, suatu
pejanjian dilahirkan pada detik tercapainya sepakat atau persetujuan antara
kedua belah pihak mengenai hal-hal yang pokok dari apa yang menjadi obyek
perjanjian. Sepakat adalah suatu persesuaian paham dan kehendak antara dua
pihak tersebut. Apa yang dikehendaki oleh pihak yang satu adalah juga yang
dikehendaki oleh pihak yang lainnya, meskipun tidak sejurusan tetapi secara
bertimbal balik. Kedua kehendak itu bertemu satu sama lain.
Karena suatu perjanjian dilahirkan
pada detik tercapainya sepakat, maka perjanjian itu lahir pada detik
diterimanya penawaran (offerte). Menurut ajaran yang lazim dianut sekarang,
perjanjian harus dianggap dilahirkan pada saat dimana pihak yang melakukan
penawaran menerima jawaban yang termaksud dalam surat tersebut, sebab saat
itulah dapat dianggap sebagai detik lahirnya sepakat. Karena perjanjian sudah
dilahirkan maka tak daapat lagi ia ditarik kembali jika tidak seizin pihak
lawan.
E. PEMBATALAN
DAN PELAKSANAAN SUATU PERJANJIAN
Pembatalaan Suatu Perjanjian Apabila
dalam suatu syarat obyektif tidak terpenuhi, maka perjanjiannya adalah batal
demi hukum (null and void). Dalam hal yang demikian maka secara yuridis dari
semula tidak ada suatu perjanjian dan tidak ada pula suatu perikatan antara
orang-orang yang bermaksud membuat perjanjian itu.
Apabila pada waktu pembuatan
perjanjian, ada kekurangan mengenai syarat yang subyktif, maka perjanjian itu
bukannya batal demi hukum, tetapi dapat dimintakan pembatalannya oleh salah
satu pihak. Pihak ini adalah pihak yang tidak cakap menurut hukum (yang meminta
orang tua atau walinya, ataupun ia sendiri apabila ia sudah cakap), dan pihak
yang memberikan perjanjian atau menyetujui itu secara tidak bebas.
Dalam hukum perjanjian ada tiga
sebab yang membuat perjanjian tidak bebas, yaitu:
1. Paksaan adalah
pemaksaan rohani atau jiwa, jadi bukan paksaan badan atau fisik. Misalnya salah
satu pihak karena diancam atau ditakut-takuti terpaksa menyetujui suatu
perjanjian.
2. Kekhilafan
atau Kekeliruan terjadi apabila salah satu pihak khilaf tentang hal-hal
yang pokok dari apa yang diperjanjikan atau tentang sifat-sifat yang penting
dari barang yang menjadi obyek dari perjanjian, ataupun mengenai orang dengan
siapa diadakan perjanjian itu.
3. Penipuan terjadi
apabila satu pihak dengan sengaja memberikan keterangan-keterangan yang palsu
atau tidak benar disertai dengan akal-akalan yang cerdik, untuk membujuk pihak
lawannya memberikan perjanjiaannya. Pihak yang menipu itu bertindak secara
aktif untuk menjerumuskan pihak lawannya. Misalnya mobil yang ditawarkan
diganti dulu merknya, nomor mesinnya dipalsu dan lain sebagainya.
Pelaksanaan Suatu Perjanjian
Suatu perjanjian adalah suatu
peristiwa di mana seorang berjanji kepada orang lain, atau di mana orang saling
berjanji untuk melaksanakan sesuatu. Menilik macam-macamnya hal yang dijanjikan
untuk dilaksanakan itu, perjanjian-perjanjian dibagi dalam tiga macam yaitu:
1. Perjanjian
untuk memberikan menyerahkan barang
2. Perjanjian
untuk bebuat sesuatu
3. Perjanjian
untuk tidak berbuat sesuatu
Kitab Undang-undang Hukum Perdata
memberikan sekedar petunjuk, ialah persoalan apakah suatu perjanjian mungkin dieksekusi
(dilaksanakan) secara riil. Petunjuk itu kita dapatkan dalam pasal-pasal
1240-1241.
Dalam hal penafsiran perjanjian ini
pedoman utama ialah: kata-kata suatu perjanjian jelas, maka tidaklah
diperkenankan untuk menyimpang daripadanya dengan jalan penafsiran.
Pedoman-pedoman lain yang penting
dalam menafsirkan suatu perjanjian adalah:
1. Jika
kata-kata suatu perjanjian dapat diberikan berbagai macam penafsiran, maka
harus dipilihnya menyelidiki maksud kedua belah pihak yang membuat perjanjian itu
dari pada memegang teguh arti kata-kata menurut huruf.
2. Jika
sesuatu janji dapat diberikan dua macam pengertian, maka harus dipilihnya
pengertian yang sedemikian yang memungkinkan janji itu dilaksanakan daripada
memberikan pengertian yang tidak memungkinkan suatu pelaksanaan.
3. Jika
kata-kata dapat diberikan dua macam pengertian, maka harus dipilih pengertian
yang paling selaras dengan sifat perjanjian.
4. Apa
yang meragukan harus ditafsirkan menurut apa yang menjadi kebiasaan di negeri
atau di tempat di mana perjanjian telah diadakan.
5. Semua
janji harus diartikan dalam hubungan satu sama lain, tiap janji harus
ditafsirkan dalam rangka perjanjian seluruhnya.
6. Jika
ada keragu-raguan, maka suatu perjanjian harus ditafsirkan atas kerugian orang
yang elah meminta diperjanjikannya sesuatu hal dan, untuk keuntungan orang yang
telah mengikatkan dirinya untuk itu
BAB III : HUKUM DAGANG
4.1 HUBUNGAN HUKUM PERDATA DENGAN HUKUM DAGANG
Hukum perdata dengan hukum dagang dapat dikatakan saling berkaitan satu denagn yang lainnya sehingga tidak terdapat perbedaan secara prinsipil antara keduanya. Hal ini dibuktikan dalam pasal 1 dan pasal 15 KUH Dagang. Sementara itu, dalam pasal 1 KUH Dagang disebutkan bahwa KUH Perdata seberapa jauh dari padanya dalam kitab ini tidak khusus diadakan penyimpangan-penyimpangan, berlaku juga terhadap hal-hal yang dibicarakan dalam kitab ini.
Kemudian, dalam pasal 15 KUH Dagang disebutkan bahwa segala persoalan tersebut dalam bab ini dikuasai oleh persetujuana dari pihak-pihak yang bersangkutan, oleh kitab ini dan oleh hukum perdata.Dengan demikian berdasarkan pasal 1 dan pasal 15 KUHD dapat diketahui kedudukan KUH Dagang terhadap KUH Perdata. Pengertiannya KUH Dagang merupakan hukum yang khusus (lex specialis), sedangkan KUH Perdata merupakan hukum yang bersifat umum (lex generalis), sehingga berlaku suatu asas lex specialis derogate lex generali, artinya hukum yang khusus dapat mngesampingkan hukum yang umum.
4.2 BERLAKUNYA HUKUM DAGANG
Sebelum tahun1983 Hukum Dagang hanya mengikat kepada para pedagang yang melakukan usaha dagang saja. Kemudian sejak tahun 1983 pengertian ‘perbuatan dagang’ menjadi lebih luas dan diubah menjadi ‘perbuatan perusahaan’ yang mengandung arti lebih luas sehingga berlaku bagi setiap pengusaha (perusahaan). Dapat dipahami beberapa pendapat, antara lain :
1. Menurut Hukum
Perusahaan adalah mereka yang melakukan sesuatu untuk mencari keuntungan dengan menggunakan banyak modal ( dalam arti luas ), tenaga kerja, dan dilakukan secara terus menerus, serta terang-terangan untuk memperoleh penghasilan dengan cara memperniagakan barang-barang atau mengadakan perjanjian perdagangan.
2. Menurut Mahkamah Agung ( Hoge Raad )
Perusahaan adalah seseorang yang mempunyai perusahaan jika ia berhubungan dengan keuntungan keuangan dan secara teratur melakukan perbuatan-perbuatan yang bersangkut paut dengan perniagaan dan perjanjian.
3. Menurut Molengraff
Perusahaan adalah keseluruhan perbuatan yang dilakukan secara terus menerus, bertindak ke luar untuk memperoleh penghasilan dengan cara memperdagangkan, menyerahkan barang atau mengadakan perjanjian-perjanjian perdagangan.
4. Menurut Undang-Undang No. 3 Tahun 1982
Perusahaan adalah setiap bentuk usaha yang menjalankan setiap jenis usaha yang bersifat tetap dan terus menerus, didirikan dan bekerja, serta berkedudukan dalam wilayah negara Republik Indonesia untuk tujuan memperoleh keuntungan dan / atau laba. Dengan demikian ada beberapa pendapat yang dapat diambil kesimpulan bahwa seseorang dapat baru saja dikatakan menjalankan perusahaan jika telah memenuhi unsur-unsur, seperti berikut :
- Terang-terangan,
- Teratur bertindak keluar, dan
- Bertujuan untuk memperoleh keuntungan materi.
Pengusaha adalah setiap orang atau badang hukum yang langsung bertanggung jawab dan mengambil resiko suatu perusahaan dan juga mewakili secara sah. Oleh karena itu pengusaha dapat berbentuk sebagai berikut :
- Ia seorang diri saja,
- Ia sendiri dan dibantu oleh para pembantu,
- Orang lain yang mengelolah dengan pembantu – pembantu.
- Didalam Perusahaan. Mempunyai hubungan yang bersifat Sub Ordinasi yaitu hubungan atas dan bawah, sehingga berlaku suatu perjanjian perburuhan,
- Diluar Perusahaan. Mempunyai hubungan yang bersifat koordinasi yaitu hubungan yang sejajar, sehingga berlaku suatu perjanjian pemberian kuasa antara pemberi kuasa dan penerima kuasa dan kan memperoleh upah, seperti yang diatur dalam Pasal 1792 KUH Perdata, misalnya pengacara, notaris, makelar, dan komisioner.
a. hubungan perburuhan, sesuai pasal 1601 a KUH Perdata;
b. hubungan pemberian kekuasaan, sesuai pasal 1792 KUH Perdata;
c. hubungan hukum pelayanan berkala, sesuai pasal 1601 KUH Perdata.
PENGUSAHA DAN KEWAJIBANNYA
Pengusaha adalah setiapa orang ayang menjalankan perusahaan. Menurut undang – undang ada kewajiban yang harus dilakukan (dipenuhi) oleh pengusaha, yaitu :
- Membuat pembukuan ( sesuai dengan pasal 6 KUH Dagang & undang – undang No.8 tahun 1997 tentang dokumen perusahaan )
a. Dokumen keuangan : Terdiri dari catatan, bukti pembukuan, dan data administrasi keuangan yang merupakan bukti adanya hak dan kewajiban serta kegiatan usaha suatu perusahaan
b. Dokumen lainnya : Terdiri dari data atau setiap tulisan yang berisi keterangan yang mempunyai nilai guna bagi perusahaan, meskipun tidak terkait langsung dengan dokumen keuangan.
- Mendaftarkan perusahaannya ( sesuai dengan undang – undang No.3 tahhun 1982 tentang wajib daftar perusahaan ).
a. Barang siapa yang menurut undang-undang ini dan atau peraturan pelaksanaannya diwajibkan mendaftarkan perusahaan dalam daftar perusahaan yang dengan sengaja atau karena kelalaiannya tidak memenuhi kewajibannya diancam dengan pidana penjara selama-lamanya 3 (tiga) bulan atau pidana denda setinggi-tingginya Rp. 3.000.000,00 (tiga juta rupiah).
b. Barang siapa melakukan atau menyuruh melakukan pendaftaran secara keliru atau tidak lengkap dalam daftar perusahaan diancam pidana kurungan selama-lamanya 3 (tiga) bulan atau pidana denda setinggi-tingginya Rp. 1.500.000,00 (satu juta lima ratus ribu rupiah).
BENTUK – BENTUK BADAN USAHA
Badan Usaha adalah kesatuan yuridis (hukum), teknis, dan ekonomis yang bertujuan mencari laba atau keuntungan. Badan Usaha seringkali disamakan dengan perusahaan, walaupun pada kenyataannya berbeda. Perbedaan utamanya, Badan Usaha adalah lembaga sementara perusahaan adalah tempat dimana Badan Usaha itu mengelola faktor-faktor produksi.
a. Perusahaan Perseorangan
Perusahaan perseorangan adalah perusahaan swasta yang didirikan dan dimiliki oleh pengusaha perorangan yang bukan berbadan hukum, dapat berbentuk perusahaan dagang, perusahaan jasa, dan perusahaan industri. Secara resmi, tidak ada perusahaan perseorangan, namun telah ada bentuk perusahaan perorangan yang diterima oleh masyarakat yaitu perusahaan dagang. Untuk mendirikan perusahaan dagang, dapat mengajukan permohonan dengan surat ijin usaha (SIU) kepada kantor wilayah perdagangan dan mengajukan surat ijin tempat usaha (SITU) kepada pemerintah daerah setempat.
b. Perusahaan Persekutuan Bukan Badan Hukum
Perusahaan persekutuan bukan badan hukum adalah perusahaan swasta yang didirikan dan dimiliki oleh beberapa orang pengusaha secara bekerja sama dalam bentuk persekutuan perdata.
1. Persekutuan Perdata
Yaitu suatu perjanjian antara dua orang atau lebih untuk berusaha bersama-sama mencari keuntungan yang akan dicapai dengan jalan kedua orang (pihak) menyetorkan kekayaan untuk usaha bersama.
2. Persekutuan Firma
Yaitu tiap-tiap perseroan yang didirikan untuk menjalankan suatu perusahaan di bawah nama bersama, yakni anggota-anggotanya langsung dan sendiri-sendiri bertanggung jawab sepenuhnya terhadap orang-orang ketiga. ( Pasal 16 KUH Dagang ).
3. Persekutuan Komanditer
Yaitu persekutuan untuk menjalankan suatu perusahaan yang dibentuk antara satu orang atau beberapa orang persekutuan yang secara tanggung menanggung bertanggung jawab untuk seluruhnya pada satu pihak dan atau lebih sebagai pelepas uang pada pihak lain yang merupakan sekutu komanditer yang bertanggung jawab sebatas sampai pada sejumlah uang yang dimasukkannya. ( Pasal 19 KUH Dagang ).
c. Perusahaan Persekutuan Berbadan Hukum
Perusahaan persekutuan berbadan hukum adalah perusahaan yang didirikan dan dimiliki oleh pengusaha swasta, dapat berbentuk perseroan terbatas, koperasi dan yayasan.
PERSEROAN TERBATAS
Perseroan Terbatas (PT), dulu disebut juga Naamloze Vennootschaap (NV), adalah suatu persekutuan untuk menjalankan usaha yang memiliki modal terdiri dari saham-saham, yang pemiliknya memiliki bagian sebanyak saham yang dimilikinya. Karena modalnya terdiri dari saham-saham yang dapat diperjualbelikan, perubahan kepemilikan perusahaan dapat dilakukan tanpa perlu membubarkan perusahaan.
Perseroan terbatas merupakan badan usaha dan besarnya modal perseroan tercantum dalam anggaran dasar. Kekayaan perusahaan terpisah dari kekayaan pribadi pemilik perusahaan sehingga memiliki harta kekayaan sendiri. Setiap orang dapat memiliki lebih dari satu saham yang menjadi bukti pemilikan perusahaan. Pemilik saham mempunyai tanggung jawab yang terbatas, yaitu sebanyak saham yang dimiliki. Apabila utang perusahaan melebihi kekayaan perusahaan, maka kelebihan utang tersebut tidak menjadi tanggung jawab para pemegang saham. Apabila perusahaan mendapat keuntungan maka keuntungan tersebut dibagikan sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan. Pemilik saham akan memperoleh bagian keuntungan yang disebut dividen yang besarnya tergantung pada besar-kecilnya keuntungan yang diperoleh perseroan terbatas.
Selain berasal dari saham, modal PT dapat pula berasal dari obligasi. Keuntungan yang diperoleh para pemilik obligasi adalah mereka mendapatkan bunga tetap tanpa menghiraukan untung atau ruginya perseroan terbatas tersebut. Perseroan Terbatas adalah perusahaan yang didirikan oleh dua orang atau lebih yang berbadan hukum, dulu 1 mei 1848 PT diatur dalam KUHD namun aturan itu tidak sesuai dengan prinsip ekonomi Indonesia yang berazaskan demokrasi sesuai dengan pancasila dan UUD 1945, maka dibentuk peraturan baru yang dituangkan dalam UU No.1 tahun 1995 yang mengatur bahwa sebuah PT harus didirikan dengan syarat harus memiliki etikat yang baik, azas kepatutan dan azas kepantasan. dan setelah mengikuti berbagai perkembangan akhirnya dikeluarkan UU No.40 tahun 2007 dimana adanya tambahan tentang Prinsip Tata kelola perseroan yang baik. Minimal 2 orang atau lebih untuk mendirikan PT, dan pendiri wajib mengambil bagian saham, mempunyai nama PT, dan Mempunyai maksud dan tujuan serta kegiatan usaha.
Modal dasar dari membuat suatu PT adalah Rp 50.000.000,-(Psl 32) dan modal yang dipakai bisa dari modal sendiri ataupun dari Loan (pinjaman dalam negeri maupun luar negeri). organ dalam suatu PT terdapat Direksi, Komisaris, dan RUPS dengan tugasnya masing – masing direksi – menjalankan pengurusan perseroan untuk kepentingan perseroan sesuai dengan maksud tujuan perseroan
PENYATUAN PERUSAHAAN
Jenis dan Bentuk Penggabungan Usaha:
- Jenis-jenis penggabungan usaha berdasarkan PSAK No.22 paragraf 08 tahun 1999, terdapat dua jenis penggabungan usaha yaitu:
- Akuisisi (acquisition) adalah suatu penggabungan usaha dimana salah satu perusahaan, yaitu pengakuisisi (acquiree), dengan memberikan aktiva tertentu, mengakui suatu kewajiban, atau mengeluarkan saham.
- Penyatuan kepemilikan (uniting of interest/pooling of interest) adalah suatu penggabungan usaha dimana para pemegang saham perusahaan yang bergabung bersama-sama menyatukan kendali atas seluruh, atau secara efektif seluruh aktiva neto dan operasi kendali perusahaan yang bergabung tersebut dan selanjutnya memikul bersama segala resiko dan manfaat yang melekat pada entitas gabungan, sehingga tidak ada pihak yang dapat diidentifikasi sebagai perusahaan pengakuisisi (acquirer).
- Bentuk-bentuk penggabungan usaha:
- Merger, yaitu penggabungan usaha dengan cara satu perusahaan membeli perusahaan lain yang kemudian perusahaan yang dibelinya tersebut menjadi anak perusahaannya atau dibubarkan. Perusahaan yang dibelinya sudah tidak mempunyai status hukum lagi dan yang mempunyai status hukum adalah perusahaan yang membelinya.
- Konsolidasi, merupakan bentuk lain dari merger, yaitu penggabungan usaha dengan cara satu perusahaan bergabung dengan perusahaan lain membentuk satu perusahaan baru.
- Afiliasi, yaitu penggabungan usaha dengan cara membeli sebagian besar saham atau seluruh saham perusahaan lain untuk memperoleh hak pengendalian (controlling interest). Perusahaan yang dikuasai tersebut tidak kehilangan status hukumnya dan masih beroperasi sebagaimana perusahaan lainnya.
KOPERASI
Koperasi adalah perserikatan yang memnuhi kebutuhna para anggotanya dengan cara menjual barang kebutuhan anggotanya dengan cara menjual barang keperluan sehari—hari dengan harga murah (tidak bermaksud mengambil untung)
Fungsi dan peran koperasi
- Membangun dan mengembangkan potensi ekonomi para anggotanya.
- Berperan serta secara aktif dalam upaya mempertinggi kualitas kehidupan manusia dan masyarakat.
- Memperkokoh perekonomian rakyat sebagai dasar kekuatan dan ketahanan perekonomian nasional.
- Berusaha untuk mewujudkan dan mengembangkan perekonomian nasional yang merupakan usaha bersama berdasarkan atas asas kekeluargaan dan demokrasi ekonomi.
- Rapat Anggota adalah pemegang kekuasaan teringgi dalam operasi.
- Pengurus adalah pengurus yang diangkat dengan mencantumkan nama dan anggota pengurus dalam akta pendirian.
- Pengawas adalah anggota yang dipilih dalam rapat anggota yang diberikan kekuasaan dan bertanggung jawab kepada anggota.
Yayasan adalah badan hukum Yng tidak mempunyai anggota yang dikelola oleh pengurus dan didirikan untuk tujuan sosial. Beberapa kriteria dan persyarat yayasan adalah :
- Yayasan terdiri atas kekayaan yang terpisahkan;
- Kekayaan yayasan diperuntukkan untuk mencapai tujuan yayasan;
- Yaysan mempunyai tujuan tertentu dibidang sosial, keagamaan, dan kemanusiaan.
- Yayasan tidak mempunyai anggota.
SUMBER :