Rabu, 11 November 2015

Pengaruh persepsi profesi dan kesadaran etis terhadap komitmen Profesi Akuntan Publik pada KAP di Pekanbaru



Review Jurnal : “Pengaruh persepsi profesi dan  kesadaran etis terhadap komitmen Profesi Akuntan Publik pada KAP di Pekanbaru”.
Pengarang      : Hasmanidar, Eny Wahyuningsih
Penerbit           : Jurnal Ekonomi, Manajemen dan Akuntansi I vol.23 No. 2 Desember 2014

PENDAHULUAN
Latar belakang
Di jaman Globalisasi saat ini, banyak semakin berkembangnya dunia bisnis dan ekonomi dengan prakteknya yang sering sekali menyimpang dari aktivitas moral. Padahal pertimbangan etika sangatlah penting bagi status professional dalam menjalankan sebuah aktivitasnya. Salah satu profesi yang ada didalam lingkungan bisnis yang ekssistensinya dari waktu ke waktu semakin banyak diakui oleh masyarakat itu sendiri ialah Profesi Auditor
Profesi auditor ini sangat rentan akan dilemma, karena apabila seorang auditor dihadapkan dalam suatu pilihan yang sulit maka disinilah komitmen, etika dan kesadaran akan profesinya dipertaruhkan, tetapi apabila melakukan sesuai dengan keinginan klien maka melanggar banyak hal, mulai dari standar pemeriksaan, etika profesi dan komitmen auditor tersebut terhadap profesinya, disinilah komitmen dan sikap profesionalisme serta independensi yang kuat sangat diperlukan.
Auditor merupakan seseorang yang kualifikasi tertentu dalam melakukan audit atas laporan keuangan yang telah disusun dan juga kegiatan suatu perusahaan atau sebuah organisasi. Pada Undang-Undang Nomor 34 Tahun 1954 tentang pemakaian Gelar Akuntan yang mensyaratkan bahwa gelar akuntan hanya dapat digunakan oleh mereka yang sudah menyelesaikan pendidikannya dari perguruan tinggi dan telah terdaftar pada Departemen Keuangan Republik Indonesia (Amir Abadi Jusuf, 2003:6).
Seorang auditor juga harus selalu berfikir dan bersikap positif terhadap profesiyang dijalankannya karena auditor akan melaksanakan pekerjaannya dengan tulus dan bekerja dengan perasaan yang baikm bahwa profesi yang dijalankannya ini memiliki dampak yang sangat besar dan sangat diperlukan oleh banyak orang, dengan memberikan penghargaan terhadap pekerjaanm, maka auditor akan merasa menjadi orang yang berharga.

METODE PENELITIAN
Rumusan Masalah
Dalam penelitian ini terdapat maka perumusan masalah dalam penelitian ini ada tiga yaitu sebagai berikut;
1.      Apakah persepsi profesi berpengaruh terhadap komitmen profesi akuntan publik ?
2.      Apakah kesadaran etis berpengaruh terhadap komitmen profesi akuntan publik ?
3.      Apakah persepsi profesi dan kesadaran etis dapat berpengaruh terhadap komitmen profesi akuntan publik ?
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk menguji secara empiris pengaruh professional persepsi dan kesadaran etis pada komitmen professional. Responden dari penelitian ini adalah 40 akuntan publik yang bekerja di 6 kantor akuntan publik di pekanbaru.
Data dan Variable
Data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data primer. Data primer dalam penelitian ini didapat melalui kuesioner yang dibagikan kepada responden. Di penelitian ini terdapat dua variable, yaitu;
1.      Variable independen adalah persepsi profesi (X1) dan kesadaran etis (X2)
2.      Variable dependen adalah komitmen pada profesi akuntan publik (Y)
Alat Analisis
Pada penelitian ini analisis data yang digunakan adalah uji kualitas data yang terdiri dari uji validitas dan uji Reliabilitas. Uji asumsi klasik yang terdiri dari uji normalitas, dan uji multikolienearitas. Uji heteroskedastisitas, kemudian uji hipotesis menggunakan uji regresi linier berganda.


HASIL DAN PEMBAHASAN
1.      Uji Reliabilitas
Pengujian ini dilakukan dengan menggunakan teknik reability analysis dimana suatu instrument dapat dikatakan reliable apabila memiliki koefisein kendala atau Alpha sebesar : <0,6 tidak realible, 0,6-0,7 acceptable, dan >0,8 sangat baik.
2.      Uji Multikolienearitas
Dengan menggunakan software SPSS, maka deteksi adanya multikolinearitas dapat dilihat dari tolerance value (TOL) dan nilai varian Inflaction factor (VIF)
3.      Uji Hipotesis
Hasil perhitungan tersebut diperoleh persamaan sebagai berikut:
Y = α + β1 X1 + β2 X2 +  e
Y = 10.953 + 0.695 persepsi profesi + 0.190 kesadaran etis Arti dari persamaan regresi diatas adalah sebagai berikut:
- Hasil persamaan regresi tersebutmenunjukkan bahwa konstanta sebesar 10.953 ini berarti jika variabel-variabel independen dalam penelitian ini yaitu persepsi profesi dan kesadaran etis dianggap konstan maka komitmen profesi akuntan publik adalah 10.953.
- Nilai koefisien regresi variabel X1 persepsi profesi bernilai positifyaitu 0,695 ini dapat diartikan bahwa setiap peningkatan persepsi profesi sebesar 1 maka akan terjadi peningkatan atas komitmen profesi akuntan publik sebesar 0,695.
- Nilai koefisien regresi variabel X2 kesadaran etis bernilai positif yaitu 0,190 ini dapat diartikan bahwa setiap peningkatan kesadaran etis sebesar 1 maka akan terjadi peningkatan pula atas komitmen profesi akuntan publik sebesar 0,190.
4.      Uji secara Parsial (Uji T)
Uji t digunakan untuk mengetahui secara parsial pengaruh setiap variable independen terhadap variable dependen, dengan pengambilan keputusan berdasarkan probabilitas.
Hasil uji t terhadap variabel penelitian dengan menggunakan program SPSS versi 17.00 Dari hasil output SPSS dapat dilihat bahwa uji t menghasilkan nilai t hitung untuk variabel persepsi profesi sebesar 3,420 dengan tingkat signifikansi 0,002 dan nilai t hitung untuk variabel kesadaran etis sebesar 1,863 dengan tingkat signifikansi 0,007. Sehingga hal ini sesuai dengan hipotesis 3 yang menyatakan persepsi profesi dan kesadaran etis secara parsial berpengaruh terhadap komitmen profesi akuntan publik. Karena tingkat probabilitas signifikan lebih kecil dari 0,05 artinya bahwa persepsi profesi dan kesadaran etis mempunyai pengaruh signifikan terhadap komitmen profesi akuntan publik. Maka hipotesis yang menyatakan bahwa ada pengaruh positif yang signifikan secara parsial antara persepsi profesi dan kesadaran etis terhadap komitmen profesi akuntan publik.
5.      Uji secara Simultan (Uji F)
Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui apakah semua variable independen yaitu secara bersama-sama (simultan) dapat mempengaruhi variabel dependen yaitu adalah persepsi profesi dan kesadaran etis secara bersama-sama (simultan) dapat mempengaruhi variabel dependen yaitu kesadaran etis akuntan publik. Hasil uji F terhadap variabel penelitian dengan menggunakan program SPSS 17.00,  Dari hasil output SPSS dapat dilihat bahwa uji F menghasilakan nilai F hitung sebesar 14,552 dengan tingkat signifikansi 0,000. Tingkat probabilitas signifikan lebih kecil dari 0,05 sehingga artinya secara bersama-sama persepsi profesi dan kesadaran etis mempunyai pengaruh signifikan terhadap komitmen profesi akuntan publik. Maka hipotesis yang ke 3 menyatakan bahwa ada pengaruh positif dan signifikan secara simultan antara persepsi profesi dan kesadaran etis terhadap komitmen profesi akuntan publik.

KESIMPULAN

Berdasarkan analisa data dan pembahasan pada bab sebelumnya, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :
1. Persepsi profesi dan kesadaran etis mempunyai pengaruh signifikan secara simultan terhadap komitmen profesi akuntan publik.
2. Secara parsial persepsi profesi memiliki pengaruh yang signifikan terhadap komitmen profesi yang dimiliki oleh akuntan publik yang ada.
3. Secara parsial kesadaran etis memiliki pengaruh yang signifikan terhadap komitmen profesi yang dimiliki oleh akuntan publik yang ada.

TEORI
PROFESI AKUNTAN PUBLIK
Akuntan publik adalah akuntan yang telah memperoleh izin dari menteri keuangan untuk memberikan jasa akuntan publik di Indonesia. Ketentuan mengenai akuntan publik di Indonesia diatur dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 tahun
2011 tentang Akuntan Publik dan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 17/PMK.01/2008 tentang Jasa Akuntan Publik. Setiap akuntan publik wajib menjadi anggota Institut Akuntan Publik Indonesia (IAPI), asosiasi profesi yang diakui oleh Pemerintah.

PERSEPSI PROFESI
Persepsi diartikan sebagai tanggapan langsung dari sesuatu atau merupakan proses seseorang mengetahui beberapa hal yang dialami oleh setiap orang dalam memahami
setiap informasi tentang lingkungan melalui panca indera. Persepsi bersifat subjektif karena melibatkan aspek psikologis yaitu proses kognitif sehingga apa yang ada dalam perkiraan individu akan ikut aktif dalam menentukan persepsi individu.

KESADARAN ETIS
Muawanah dan Indriantoro (2001) menyatakan bahwa kesadaran etik adalah tanggapan atau penerimaan seseorang terhadap suatu peristiwa moral tertentu melalui suatu proses penentuan yang kompleks sehingga dia dapat memutuskan apa yang harus dia lakukan pada situasi tertentu. Kesadaran etis akuntan public merupakan suatu tindakan sadar dari seorang auditor untuk melakukan tidakan professional pada saat dihadapkan pada suatu keadaan dilemma etis profesinya (Sukrisno,2009:45).

KOMITMEN PROFESI
Komitmen Profesi adalah tingkat loyalitas individu pada profesinya seperti yang dipersepsikan oleh individu tersebut. Komitmen profesi dapat didefinisikan sebagai: (1) Sebuah kepercayaan pada penerimaan terhadap tujuan dan nilai-nilai dari profesi, sehingga para anggota profesi akan melaksanakan segala sesuatu sesuai dengan yang ditetapkan bagi profesinya tanpa adanya paksaan, (2) Sebuah kemauan untuk menggunakan usaha yang sungguh-sungguh guna kepentingan profesi. Komitmen profesi pada dasarnya merupakan pandangan yang berintikan loyalitas, tekad dan harapan seseorang dengan dituntun oleh sistem nilai atau






DAFTAR PUSTAKA
v  Agus, Sukrisno, 2009 , Etika Bisnis dan Profesi ,Salemba empat Jakarta.
v  Agus, Sukrisno, 2012, Auditing(Pemeriksaan Akuntan) Oleh Akuntan Publik. Edisi ketiga,Jilid Satu,Penerbit Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Indonesia.

v  Arikunto, Suharsimi, 2007, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik, Bina Aksara, Jakarta.
v  Azwar, Syaifuddin, 2005, Sikap Manusia : Teori dan Pengukurannya, Pustaka Pelajar Offset, Yogyakarta.
v  Brooks, Leonard J, 2012 , Etika Bisnis dan Profesi , buku 1 Edisi 5,Salemba Empat Jakarta
v  Fahalina, Herawati, 2007, Pengaruh Persepsi Profesi dan Kesadaran Etis Terhadap Komitmen Profesi Akuntan Publik, Jurnal Riset Akuntansi Indonesia.
v  Knouse, Stephen B. and Robert A. Glacalcone, 2004, Ethica Decision Making In Business: Behavioral Issues an Concerns, Journal of Business Ethics, Vol. 13 LX, No 11.
v  Muawanah, Umi dan Nur Indriantoro, 2000, Perilaku Auditor dalam Situasi Konflik Audit: Peran Locus of Control, Komitmen Profesi dan Kesadaran Etis, Jurnal Riset Akuntansi Indonesia.
v  Mulyadi, 2007, Pemeriksaan Akuntan (Auditing) BPFE, Yogyakarta
v  Nujmatullaily, 2010, Pengaruh Pengalaman Auditor terhadap Ethical Judgement dengan Pengetahuan dan Komitmen Profesi sebagai Variabel Intervening, Jurnal Riset Akuntansi Indonesia.

Rabu, 14 Oktober 2015

ETIKA SEBAGAI TUJUAN DAN PERILAKU ETIKA DALAM BISNIS



Oleh                : Apresia Indra Satyo (21212011)
Dosen              : Early Armein
Mata Kuliah     : Etika Profesi Akuntansi
Kelas               : 4EB22

Pengertian Etika
Kata Etika berasal dari bahasa Yunani yaitu “Ethos” yang memilki arti adat, akhlak, watak, perasaan, sikap dan cara berpikir atau berarti adat istiadat. Dapat dikatakan pula bahwa, Etika adalah filsafat tentang nilai-nilai, kesusilaan tentang baik dan buruk. Chuck Williams (2001) menyatakan Etika adalah seperangkat prinsip-prinsip moral atau nilai-nilai yang menegaskan benar dan salah bagi seseorang atau suatu kelompok. Etika adalah kode yang berisi prinsip-prinsip dan nilai-nilai moral yang mengatur atau kelompok terkait dengan apa yang benar atausalah (RichardLDaft,2006). Jadi, disamping mempelajari nilai-nilai, etika juga merupakan pengetahuan tentang batin seseorang yang sesuai dengan norma-norma etik
2 Prinsip-prinsip Etika Profesi Akuntansi
1. Tanggung Jawab Profesi
Dalam melaksanakan tanggung jawabnya sebagai profesional, setiap anggota harus senantiasa menggunakan pertimbangan moral dan profesional dalam semua kegiatan yang dilakukannya. Anggota juga harus selalu bertanggungjawab untuk bekerja sama dengan sesama anggota untuk mengembangkan profesi akuntansi, memelihara kepercayaan masyarakat dan menjalankan tanggung jawab profesi dalam mengatur dirinya sendiri. Usaha kolektif semua anggota diperlukan untuk memelihara dan meningkatkan tradisi profesi.
2. Kepentingan Publik
Dimana publik dari profesi akuntan yang terdiri dari klien, pemberi kredit, pemerintah, pemberi kerja, pegawai, investor, dunia bisnis dan keuangan, dan pihak lainnya bergantung kepada obyektivitas dan integritas akuntan dalam memelihara berjalannya fungsi bisnis secara tertib. Kepentingan utama profesi akuntan adalah untuk membuat pemakai jasa akuntan paham bahwa jasa akuntan dilakukan dengan tingkat prestasi tertinggi sesuai dengan persyaratan etika yang diperlukan untuk mencapai tingkat prestasi tersebut. Dan semua anggota mengikat dirinya untuk menghormati kepercayaan publik. Atas kepercayaan yang diberikan publik kepadanya, anggota harus menunjukkan dedikasi untuk mencapai profesionalisme yang tinggi. Untuk memelihara dan meningkatkan kepercayaan publik, setiap anggota harus memenuhi tanggung jawab profesionalnya dengan integritas setinggi mungkin.
3.Integritas       
Integritas mengharuskan seorang anggota untuk bersikap jujur dan berterus terang tanpa harus mengorbankan rahasia penerima jasa. Pelayanan dan kepercayaan publik tidak boleh dikalahkan oleh keuntungan pribadi. Integritas dapat menerima kesalahan yang tidak disengaja dan perbedaan pendapat yang jujur, tetapi tidak menerima kecurangan atau peniadaan prinsip.
4.Obyektivitas
Obyektivitas adalah suatu kualitas yang memberikan nilai atas jasa yang diberikan anggota. Prinsip obyektivitas mengharuskan anggota bersikap adil, tidak memihak, jujur secara intelektual, tidak berprasangka atau bias, serta bebas dari benturan kepentingan atau dibawah pengaruh pihak lain. Anggota dalam praktek publik memberikan jasa atestasi, perpajakan, serta konsultasi manajemen. Anggota yang lain menyiapkan laporan keuangan sebagai seorang bawahan, melakukan jasa audit internal dan bekerja dalam kapasitas keuangan dan manajemennya di industri, pendidikan, dan pemerintah. Mereka juga mendidik dan melatih orang-orang yang ingin masuk kedalam profesi. Apapun jasa dan kapasitasnya, anggota harus melindungi integritas pekerjaannya dan memelihara obyektivitas.
5. Kompetensi dan Kehati-hatian Profesional  
Setiap anggota harus melaksanakan jasa profesionalnya dengan berhati-hati, kompetensi dan ketekunan, serta mempunyai kewajiban untuk mempertahankan pengetahuan dan ketrampilan. Kompetensi menunjukkan terdapatnya pencapaian dan pemeliharaan suatu tingkat pemahaman dan pengetahuan yang memungkinkan seorang anggota untuk memberikan jasa dengan kemudahan dan kecerdikan. Dalam hal penugasan profesional melebihi kompetensi anggota atau perusahaan, anggota wajib melakukan konsultasi atau menyerahkan klien kepada pihak lain yang lebih kompeten. Setiap anggota bertanggung jawab untuk menentukan kompetensi masing masing atau menilai apakah pendidikan, pedoman dan pertimbangan yang diperlukan memadai untuk bertanggung jawab yang harus dipenuhinya.
6. Kerahasiaan
Setiap Anggota mempunyai kewajiban untuk menghormati kerahasiaan informasi tentang klien atau pemberi kerja yang diperoleh melalui jasa profesional yang diberikannya, anggota bisa saja mengungkapkan kerahasiaan bila ada hak atau kewajiban professional atau hukum yang mengungkapkannya. Kewajiban kerahasiaan berlanjut bahkan setelah hubungan antar anggota dan klien atau pemberi jasa berakhir.
7.Perilaku Profesional                                                              
 Setiap anggota harus berperilaku yang konsisten dengan reputasi profesi yang baik dan menjauhi tindakan yang dapat mendiskreditkan profesi. Kewajiban untuk menjauhi tingkah laku yang dapat mendiskreditkan profesi harus dipenuhi oleh anggota sebagai perwujudan tanggung jawabnya kepada penerima jasa, pihak ketiga, anggota yang lain, staf, pemberi kerja dan masyarakat umum.
8 .Standar Teknis          
Setiap anggota harus melaksanakan jasa profesionalnya sesuai dengan standar teknis dan standar profesional yang relevan. Sesuai dengan keahliannya dan dengan berhati-hati, anggota mempunyai kewajiban untuk melaksanakan penugasan dari penerima jasa selama penugasan tersebut sejalan dengan prinsip integritas dan obyektivitas. Standar teknis dan standar professional yang harus ditaati anggota adalah standar yang dikeluarkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia. Internasional Federation of Accountants, badan pengatur, dan pengaturan perundang-undangan yang relevan.

3 Basis Teori Etika
1.Etika Teleologi
Teleologi berasal dari bahasa Yunani yaitu telos yang memiliki arti   tujuan. Dalam hal mengukur baik buruknya suatu tindakan yaitu berdasarkan tujuan yang akan dicapai atau berdasarkan akibat yang ditimbulkan dari tindakan yang telah dilakukan.
2.Deontolog                            
Deontologi berasal dari bahasa Yunani yaitu deon yang memiliki arti kewajiban. Jika terdapat pertanyaan “Mengapa perbuatan ini baik dan perbuatan itu harus ditolak karena buruk?”. Maka Deontologi akan menjawab “karena perbuatan pertama menjadi kewajiban kita dank arena perbuatan kedua dilarang”. Pendekatan deontologi sudah diterima oleh agama dan merupakan salah satu teori etika yang penting.
3.Teori Hak                             
Dalam pemikiran moral saat ini, teori hak merupakan pendekatan yang paling banyak dipakai untuk mengevaluasi baik buruknya suatu perbuatan atau perilaku. Teori hak ini merupaka suatu aspek dari teori deontologi karena berkaitan dengan kewajiban. Hak didasarkan atas martabat manusia dan martabat semua manusia adalah sama. Oleh karena itu, hak sangat cocok dengan suasana pemikiran demokratis.
4. Teori Keutamaan ( Virtue )
Dalam teori keutamaan memandang sikap atau akhlak seseorang. Keutamaan bisa didefinisikan sebagai disposisi watak yang telah diperoleh seseorang dan memungkinkan seseorang untuk bertingkah laku baik secara moral. Contoh sifat yang dilandaskan oleh teori keutamaan yaitu kebijaksanaan, keadilan, suka bekerja keras dan hidup yang baik.

4 Egoisme                                                                                   
Egoismeadalah cara untuk mempertahankan dan meningkatkan pandangan yang menguntungkan bagi dirinya sendiri, dan umumnya memiliki pendapat untuk meningkatkan citra pribadi seseorang dan pentingnya intelektual, fisik, sosial dan lainnya. Egoisme ini tidak memandang kepedulian terhadap orang lain maupun orang banyak pada umunya dan hanya memikirkan diri sendiri
Perbedaan hedonisme dengan egoism :
1.Egoisme mementingkan diri sendiri ataupun kelompok meskipun orang atau kelompok lain dirugikan sedangkan hedonisme mementingkan diri sendiri demi kesenangan yang didapat secara individual.
2.Hedonisme mengandung sifat egoisme sedangkan egoisme belum tentu mengandung hedonisme.
3.Hedoisme timbul dari kodrat manusia yang memang menginginkan suatu kesenangan sedangkan egoism timbul tidak hanya dari psikologis saja tapi bisa dari lingkungan sekitar.




PERILAKU ETIKA DALAM BISNIS

1.      Lingkungan Bisnis yang Mempengaruhi Perilaku Etika
Banyak  perusahaan yang kurang sukses dalam berusaha dikarenakan kurang jujur terhadap konsumen dan tidak menjaga atau memelihara kepercayaan yang telah diberikan oleh konsumen. Dalam hal ini peran manajer sangat penting dalam mengambil keputusan-keputusan bisnis secara etis.
Terdapat beberapa faktor yang berpengaruh terhadap perilaku etika dalam bisnis yang nampak pada ilustrasi berikut :


Lingkungan Bisnis
Seringkali para eksekutif perusahaan dihadapkan pada suatu dilema yang menekannya, seperti misalnya harus mengejar kuota penjualan, menekan ongkos-ongkos, peningkatan efrisiensi dan bersaing. Dipihak lain eksekutif perusahaan juga harus bertanggung jawab terhadap masyarakat agar kualitas barang terjaga, harga barang terjangkau. Disini nampak terdapat dua hal yang bertentangan harus dijalankan misalnya, menekan ongkos dan efisiensi tetapi harus tetap meningkatkan kualitas produk. Eksekutif perusahaan harus pandai mengambil keputusan etis yang tidak merugikan perusahaan.
2. Organisasi
Secara umum, anggota organisasi itu sendiri saling mempengaruhi satu dengan yang lainnya (proses interaktif). Dilain pihak organisasi terhadap individu harus tetap berprilaku etis, misalnya masalah pengupahan, jam kerja maksimum.
3. Individu
Seseorang yang memiliki filosofi moral, dalam bekerja dan berinteraksi dengan sesama akan berprilaku etis. Prinsip-prinsip yang diterima secara umum dapat dipelajari/diperoleh dari interaksi dengan teman, famili, dan kenalan. Dalam bekerja, individu harus memiliki tanggung jawab moral terhadap hasil pekerjaannya yang menjaga kehormatan profesinya. Bahkan beberapa profesi memiliki kode etik tertentu dalam pekerjaan.
Kode etik  diperlukan untuk hal seperti berikut :
a) Untuk menjaga keselarasan dan konsistensi antara gaya manajemen strategis dan kebijakan dalam pengembangan usaha di satu pabrik dengan pengembangan sosial ekonomi dipihak lain.
b) Untuk menciptakan iklim usaha yang bergairah dan suasana persaingan yang sehat.
c) Untuk mewujudkan integritas perusahaan terhadap lingkungan, masyarakat dan pemerintah.
d) Untuk menciptakan keterangan, kenyamanan dan keamanan batin bagi perusahaan/investor serta bagi para karyawan.
e) Untuk dapat mengangkat harkat perusahaan nasional di dunia perdagangan internasional.

2.      Saling Ketergantungan Antara Bisnis dan Masyarakat
Bisnis melibatkan hubungan ekonomi dengan banyak kelompok orang yang dikenal sebagai stakeholders, yaitupelanggan, tenaga kerja, stockholders, suppliers,pesaing, pemerintah dan komunitas. Oleh karena itu para pebisnis harus mempertimbangkan semua bagian dari stakeholders dan bukan hanya stockholdernya saja. Pelanggan, penyalur, pesaing, tenaga kerja dan bahkan pemegang saham adalah pihak yang sering berperan untuk keberhasilan dalam berbisnis.
Lingkungan bisnis yang mempengaruhi perilaku etika adalah lingkungan makro dan lingkungan mikro. Lingkungan makro yang dapat mempengaruhi kebiasaan yang tidak etis yaitu bribery, coercion, deception, theft, unfair dan discrimination. Maka dari itu dalam perspektif mikro, bisnis harus percaya bahwa dalam berhubungan dengan supplier atau vendor, pelanggan dan tenaga kerja atau karyawan.
Sebagai bagian dari masyarakat, tentu bisnis tunduk pada norma-norma yang ada pada masyarakat. Tata hubungan bisnis dan masyarakat yang tidak bisa dipisahkan itu membawa serta etika-etika tertentu dalam kegiatan bisnisnya, baik etika itu antara sesama pelaku bisnis maupun etika bisnis terhadap masyarakat dalam hubungan langsung maupun tidak langsung. Dengan memetakan pola hubungan dalam bisnis seperti itu dapat dilihat bahwa prinsip-prinsip etika bisnis terwujud dalam satu pola hubungan yang bersifat interaktif. Hubungan ini tidak hanya dalam satu negara, tetapi meliputi berbagai negara yang terintegrasi dalam hubungan perdagangan dunia yang nuansanya kini telah berubah. Perubahan nuansa perkembangan dunia itu menuntut segera dibenahinya etika bisnis. Pasalnya, kondisi hukum yang melingkupi dunia usaha terlalu jauh tertinggal dari pertumbuhan serta perkembangan dibidang ekonomi. Jalinan hubungan usaha dengan pihak-pihak lain yang terkait begitu kompleks. Akibatnya, ketika dunia usaha melaju pesat, ada pihak-pihak yang tertinggal dan dirugikan, karena peranti hukum dan aturan main dunia usaha belum mendapatkan perhatian yang seimbang.
Pelaku bisnis dituntut untuk peduli dengan keadaan masyarakat, bukan hanya dalam bentuk “uang” dengan jalan memberikan sumbangan, melainkan lebih kompleks lagi. Artinya sebagai contoh kesempatan yang dimiliki oleh pelaku bisnis untuk menjual pada tingkat harga yang tinggi sewaktu terjadinya excess demand harus menjadi perhatian dan kepedulian bagi pelaku bisnis dengan tidak memanfaatkan kesempatan ini untuk meraup keuntungan yang berlipat ganda. Jadi, dalam keadaan excess demand pelaku bisnis harus mampu mengembangkan dan memanifestasikan sikap tanggung jawab terhadap masyarakat sekitarnya. Tanggung jawab sosial bisa dalam bentuk kepedulian terhadap masyarakat di sekitarnya, terutama dalam hal pendidikan, kesehatan, pemberian latihan keterampilan, dan lain sebagainya.
Etika bisnis merupakan penerapan tanggung jawab sosial suatu bisnis yang timbul dari dalam perusahaan  itu sendiri. Bisnis selalu berhubungan dengan masalah-masalah etis dalam melakukan kegiatan sehari-hari. Hal ini dapat dipandang sebagai etika pergaulan bisnis. Seperti halnya manusia pribadi juga memiliki etika pergaulan antar manusia, maka pergaulan bisnis dengan masyarakat umum juga memiliki etika pergaulan yaitu etika pergaulan bisnis. Etika pergaulan bisnis dapat meliputi beberapa hal antara lain adalah :
1.   Hubungan antara bisnis dengan langganan / konsumen
Hubungan antara bisnis dengan langgananya merupakan hubungan yang paling banyak dilakukan, oleh karena itu bisnis haruslah menjaga etika pergaulanya secara baik. Adapun pergaulannya dengan langganan ini dapat disebut disini misalnya saja :
a.Kemasan yang berbeda-beda membuat konsumen sulit untuk membedakan atau mengadakan perbandingan harga terhadap produknya.
b.Bungkus atau kemasan membuat konsumen tidak dapat mengetahui isi didalamnya, sehingga produsen perlu menberikan penjelasan tentang isi serta kandungan atau zat-zat yang terdapat didalam produk itu.
c.Pemberian servis dan terutama garansi adalah merupakan tindakan yang sangat etis bagi suatu bisnis. Sangatlah tidak etis suatu bisnis yang menjual produknya yang ternyata jelek  (busuk) atau tak layak dipakai tetap saja tidak mau mengganti produknya tersebut kepada pembelinya.
2. Hubungan dengan karyawan
Manajer yang pada umumnya selalu berpandangan untuk memajukan bisnisnya sering kali harus berurusan dengan etika pergaulan dengan karyawannya. Pergaulan bisnis dengan karyawan ini meliputi beberapa hal yakni : Penarikan (recruitment), Latihan (training), Promosi atau kenaikan pangkat, Tranfer, demosi (penurunan pangkat) maupun lay-off atau pemecatan / PHK (pemutusan hubungan kerja). Didalam menarik tenaga kerja haruslah dijaga adanya penerimaan yang jujur sesuai dengan hasil seleksi yang telah dijalankan. Sering kali terjadi hasil seleksi tidak diperhatikan akan tetapi yang diterima adalah peserta atau calon yang berasal dari anggota keluarga sendiri.
3. Hubungan antar bisnis
Hubungan ini merupakan hubungan antara perusahaan yang satu dengan perusahan yang lain. Hal ini bisa terjadi hubungan antara perusahaan dengan para pesaing, grosir, pengecer, agen tunggal maupun distributor. Dalam kegiatan sehari-hari tentang hubungan tersebut sering terjadi benturan-benturan kepentingan antar kedunya. Dalam hubungan itu tidak jarang dituntut adanya etika pergaulan bisnis yang baik.
4. Hubungan dengan Investor
Perusahaan yang berbentuk Perseroan Terbatas dan terutama yang akan atau telah “go publik” harus menjaga pemberian informasi yang baik dan jujur dari bisnisnya kepada para insvestor atau calon investornya. Informasi yang tidak jujur akan menjerumuskan para investor untuk mengambil keputusan investasi yang keliru. Dalam hal ini perlu mandapat perhatian yang serius karena dewasa ini di Indonesia sedang mengalami lonjakan kegiatan pasar modal. Banyak permintaan dari para pengusaha yang ingin menjadi emiten yang akan menjual sahamnya kepada masyarakat. Dipihak lain masyarakat sendiri juga sangat berkeinginan untuk menanamkan uangnya dalam bentuk pembelian saham ataupun surat-surat berharga yang lain yang diemisi oleh perusahaan di pasar modal. Oleh karena itu masyarakat calon pemodal yang ingin membeli saham haruslah diberi informasi secara lengkap dan benar terhadap prospek perusahan yang go public tersebut. Jangan sampai terjadi adanya manipulasi atau penipuan terhadap informasi terhadap hal ini.
5. Hubungan dengan Lembaga-Lembaga Keuangan
Hubungan dengan lembaga-lembaga keuangan terutama pajak pada umumnya merupakan hubungan pergaulan yang bersifat finansial. Hubungan ini merupakan hubungan yang berkaitan dengan penyusunan laporan keuangan. Laporan finansial tersebut haruslah disusun secara baik dan benar sehingga tidak terjadi kecendrungan kearah penggelapan pajak atau sebagianya. Keadaan tersebut merupakan etika pergaulan bisnis yang tidak baik.

3. Kepedulian Antara Pelaku Bisnis terhadap Etika
Etika bisnis dalam suatu perusahaan mempunyai peranan yang sangat penting, yaitu untuk membentuk suatu bisnis yang kokoh dan kuat dan mempunyai daya saing yang tinggi serta mempunyai kemampuan untuk menciptakan nilai yang tinggi. Perilaku etis dalam kegiatan berbisnis adalah sesuatu yang penting demi kelangsungan hidup bisnis itu sendiri. Bisnis yang tidak etis akan merugikan bisnis itu sendiri terutama jika dilihat dari perspektif jangka panjang. Bisnis yang baik bukan saja bisnis yang menguntungkan, tetapi bisnis yang baik adalah selain bisnis tersebut menguntungkan juga bisnis yang baik secara moral.
Tolok ukur dalam etika bisnis adalah standar moral. Seorang pengusaha yang beretika selalu mempertimbangkan standar moral dalam mengambil keputusan, apakah keputusan ini dinilai baik atau buruk oleh masyarakat, apakah keputusan ini berdampak baik atau buruk bagi orang lain, atau apakah keputusan ini melanggar hukum.
Dalam menciptakan etika bisnis perlu diperhatikan beberapa hal, antara lain  pengendalian diridan tidak mudah untuk terombang-ambing oleh pesatnya perkembangan informasi dan teknologi, pengembangan tanggung jawab sosial, mempertahankan jati diri, menciptakan persaingan yang sehat, menerapkan konsep pembangunan yang berkelanjutan, mampu menyatakan hal yang benar, Menumbuhkan sikap saling percaya antara golongan pengusaha kuat dan golongan pengusaha kebawah, Konsekuen dan konsisten dengan aturan main yang telah disepakati bersama dan lain sebagainya.

4.  Perkembangan dalam etika Bisnis
Berikut perkembangan etika bisnis menurut Bertens (2000):
a. Situasi Dahulu
Pada awal sejarah filsafat, Plato, Aristoteles, dan filsuf-filsuf Yunani lain menyelidiki bagaimana sebaiknya mengatur kehidupan manusia bersama dalam negara dan membahas bagaimana kehidupan ekonomi dan kegiatan niaga harus diatur.
b. Masa Peralihan
Tahun 1960-an ditandai pemberontakan terhadap kuasa dan otoritas di Amerika Serikat (AS), revolusi mahasiswa (di ibukota Perancis), penolakan terhadap establishment (kemapanan). Hal ini memberi perhatian pada dunia pendidikan khususnya manajemen, yaitu dengan menambahkan mata kuliah baru dalam kurikulum dengan nama Business and Society. Topik yang paling sering dibahas adalah corporate social responsibility.
c. Etika Bisnis Lahir di AS
Tahun 1970-an sejumlah filsuf mulai terlibat dalam memikirkan masalah-masalah etis di sekitar bisnis dan etika bisnis dianggap sebagai suatu tanggapan tepat atas krisis moral yang sedang meliputi dunia bisnis di AS.
d. Etika Bisnis Meluas ke Eropa
Tahun 1980-an di Eropa Barat, etika bisnis sebagai ilmu baru mulai berkembang kira-kira 10 tahun kemudian. Terdapat forum pertemuan antara akademisi dari universitas serta sekolah bisnis yang disebut European Business Ethics Network (EBEN).
e. Etika Bisnis menjadi Fenomena Global
Tahun 1990-an tidak terbatas lagi pada dunia Barat. Etika bisnis sudah dikembangkan di seluruh dunia. Telah didirikan International Society for Business, Economics, and Ethics (ISBEE) pada 25-28 Juli 1996 di Tokyo.
Ada 3 jenis masalah yang dihadapi dalam Etika yaitu
1. Sistematik
Masalah-masalah sistematik dalam etika bisnis pertanyaan-pertanyaan etis yang muncul mengenai sistem ekonomi, politik, hukum, dan sistem sosial lainnya dimana bisnis beroperasi.
2. Korporasi
Permasalahan korporasi dalam perusahaan bisnis adalah pertanyaan-pertanyaan yang dalam perusahaan-perusahaan tertentu. Permasalahan ini mencakup pertanyaan tentang moralitas aktivitas, kebijakan, praktik dan struktur organisasional perusahaan individual sebagai keseluruhan.
3. Individu
Permasalahan individual dalam etika bisnis adalah pertanyaan yang muncul seputar individu tertentu dalam perusahaan. Masalah ini termasuk pertanyaan tentang moralitas keputusan, tindakan dan karakter individual.

5. Etika Bisnis dan Akutansi
Profesi akuntan merupakan profesi yang dalam aktivitasnya tidak terpisahkan dengan aktivitas bisnis, sehingga selain harus memahami dan menerapkan etika profesionalnya, seorang akuntan harus memahami dan menerapkan etika bisnis. Dalam menjalankan profesinya akuntan di Indonesia diatur oleh suatu kode etik profesi dengan nama kode etik Ikatan Akuntan Indonesia. Kode etik Ikatan Akuntan Indonesia merupakan tatanan etika dan prinsip moral yang memberikan pedoman kepada akuntan untuk berhubungan dengan klien, sesama anggota profesi dan juga dengan masyarakat. Akuntan sebagai profesi memiliki kewajiban untuk mengabaikan kepentingan pribadi dan mengikuti etika profesi yang telah ditetapkan. Kewajiban akuntan sebagai profesional mempunyai tiga kewajiban yaitu; kompetensi, objektif dan mengutamakan integritas.
Tanpa etika di dalam bisnis, maka perdagangan tidak akan berfungsi dengan baik. Kita harus mengakui bahwa akuntansi adalah bisnis, dan tanggung jawab utama dari bisnis adalah memaksimalkan keuntungan atau nilai shareholder. Tetapi kalau hal ini dilakukan tanpa memperhatikan etika, maka hasilnya sangat merugikan. Banyak orang yang menjalankan bisnis tetapi tetap berpandangan bahwa, bisnis tidak memerlukan etika.
Banyak perusahaan yang melakukan kecurangan diantaranya adalah TYCO yang diketahui melakukan manipulasi data keuangan (tidak mencantumkan penurunan aset), disamping melakukan penyelundupan pajak. Global Crossing termasuk salah satu perusahaan terbesar telekomunikasi di Amerika Serikat dinyatakan bangkrut setelah melakukan sejumlah investasi penuh resiko. Enron yang hancur berkeping terdapat beberapa skandal bisnis yang menimpa perusahaan-perusahaan besar di Amerika Serikat. Worldcom juga merupakan salah satu perusahaan telekomunikasi terbesar di Amerika Serikat melakukan manipulasi keuangan dengan menutupi pengeluaran US$3.8 milyar untuk mengesankan pihaknya menuai keuntungan, padahal kenyataannya rugi. Xerox Corp. diketahui memanipulasi laporan keuangan dengan menerapkan standar akunting secara keliru sehingga pembukuan perusahaan mencatat laba US $ 1.4 milyar selama 5 tahun. Dan masih banyak lagi.



DAFTAR PUSTAKA